30.8 C
Palu
24 April 2024
Aktivitas

Rekonstruksi Berbasis Komunitas

Rekonstruksi selama ini seringkali dipahami sebagai wujud pemulihan fisik, yang berhubungan dengan pembangunan jalan, gedung, jembatan, dan berbagai infrastruktur lain yang ada dalam suatu daerah atau Negara. Dalam beberapa waktu terakhir ini ada istilah baru yang mungkin belum banyak diketahui oleh masyarakat, yaitu rekonstruksi berbasis komunitas.

 Rekonstruksi berbasis komunitas adalah konsep pembangunan dalam masyarakat, yang lebih terfokus pada kondisi sosial masyarakatnya. Konsep ini menekankan pada perubahan cara atau pola pikir terhadap sesuatu yang keliru dan harus di evaluasi kembali.

Cara berfikir pemerintah dan masyarakat sudah seharusnya menjadi masalah paling fundamental yang harus berubah, dibandingkan harus memperbanyak inftastruktur yang dalam pembangunannya pun jarang melibatkan suara masyarakat. Pemerintah sudah seharusnya melibatkan masyarakat dari instansi terkecil sekalipun dalam pengambilan keputusan kebijakan pemerintah.

Dalam komunikasi kebijakan publik, hal yang saat ini belum dilakukan oleh pemerintah adalah sosialisasi. Mensosialisasikan kebijakan yang akan diberlakukan pada masyarakat seharusnya menjadi hal penting yang dilakukan, karena pada hakikatnya masyarakatlah yang nantinya menerima dan juga terkena dampak dari kebijakan yang dibuat. Tidak adanya sosialisasi ini yang membuat banyak kasus kebijakan yang dibuat pemerintah tidak tertuju pada kelompok masyarakat yang tepat.

Istilah rekonstruksi biasanya sering terdengar pada suatu daerah yang terkena bencana, terutama bencana alam yang banyak memakan korban dan mengakibatkan kerugian besar. Selain membawa dampak buruk bagi masyarakat yang terkena bencana dan juga pemerintah, bencana yang terjadi seharusnya juga bisa menjadi kesempatan bagi pemerintah untuk mengevaluasi sistem yang dianggap kurang tepat. Sayangnya, sebagian besar  stakeholders yang berada di garda depan kepemerintahan tidak melihat kesempatan itu dengan baik.

Kesempatan  ini  dimanfaatkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), SKP-HAM Sulteng, IKA (Indonesia untuk Kemanusiaan), dan Institute Mosintuwu. Pascabencana yang tejadi di Palu, Sigi, dan Donggala pada 28 September 2018 silam, ketiga LSM ini bekerjasama untuk membuat program Rekosntruksi Berbasis Komunitas.

Empat desa yang  menjadi wilayah intervensi dalam program rekonstruksi berbasis komunitas ini adalah Desa Soulowe, Labuan Toposo, Lemusa, dan Toaya. Lima orang perwakilan dari tiap desa yang disebut sebagai tim penggerak, mengikuti pelatihan yang diadakan di Bora Kabupaten Sigi. Dimulai dari tanggal 3 sampai 10 April, para penggerak dari desa ini mengikuti pelatihan selama tujuh hari.

Pelatihan yang sudah berlangsung ini disambut baik oleh masyarakat, terutama lima orang penggerak yang sudah terpilih. Semua itu terlihat dari antusiasme mereka selama mengikuti pelatihan. Meskipun banyak menerima istilah-istilah baru yang masih sangat asing di telinga mereka, para penggerak ini tetap bersemangat dalam mengikuti pelatihan.

Pengambilan data geo spasial dan sosial adalah materi yang paling banyak diberikan. Mengetahui apa masalah utama yang ada di desa, potensi apa saja yang ada di desa, merupakan hal yang harus diketahui untuk menemukan masalah yang akan menjadi prioritas dalam rencana tindak lanjut di desa masing-masing.

Selain materi yang diberikan, dalam pelatihan yang di fasilitatori oleh Samsidar, Hambali, Jefri, dan Nurlaela Lamsitudju ini, peserta juga melakukan praktek lapangan. Para penggerak dari lima desa ini diajak untuk mempraktekkan lansung materi yang sudah diperoleh, dengan mengumpulkan data geo spasial dan sosial di Desa Karawana Kabupaten Sigi. Di desa yang juga terkena dampak bencana Pasigala ini, mereka berinteraksi langsung dengan masyarakat untuk mengumpulkan data-data yang diperlukan.

Cara menggunakan GPS, hingga bagaimana menentukan titik koordinat suatu bangunan menjadi salah satu hal yang mereka pelajari dan juga dipraktekkan di desa tersebut. Meskipun banyak dari penggerak yang tidak fasih dalam mengoprasikan komputer, tetapi mereka tetap antusias dan mempelajarinya secara bertahap hingga akhirnya mengerti bagaimana cara mengolah data geo spasial dan sosial yang telah mereka dapatkan.

Semangat seperti ini yang seharusnya terus dipacu dalam masyarakat. Dan pemerintah seharusnya sadar akan potensi yang dimiliki oleh masyarakatnya, sehingga suara mereka juga harus dilibatkan dalam setiap pengambilan keputusan. Karena kembali lagi, masyarakatlah yang nanti akan menerima dampak baik ataupun buruk dari kebijakan  yang  diambil. ***

Tulisan terkait

Bersinergi Membangun Usaha Perempuan di Soulowe dan Karawana

Rini Lestari

Pertemuan Membangun Rumah Belajar Di 4 Wilayah

Zikran Yakala

Jalan Panjang Ibu Rosmawati, Mencari Keadilan Atas Kematian Anaknya

SKP-HAM Sulteng

Tinggalkan Komentar