27 C
Palu
19 Maret 2024
Advokasi

768 Nama Korban Pelanggaran HAM 1965/1966 di Palu

PALU, BERITAPALU.com – Hasil penelitan dan verifikasi korban pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) peristiwa tahun 1965/1966 di Kota Palu mencapai 768 nama yang tersebar di 8 kecamatan. Ke-768 nama korban itu berasal dari data awal sebanyak 500 nama dan data tambahan sebanyak 268 nama. Demikian Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Palu merilisnya, Senin (17/5/2015).

Laporan korban pelanggaran HAM yang dirilis itu adalah hasil penelitian dan verifikasi yang dilakukan oleh Tim Peneliti yang terdri dari Moh. Syafari Firdaus, M. Isnaeni Muhidin, Iksan, dan Iwan Lapasere. Penelitian itu juga dibantu oleh contributor yakni Nurlaela Lamasitudju (SKP-HAM Sulteng) dan Jefriyanto (SKP-HAM Sulteng) serta didukung oleh pembaca kritis seperti Tahmidi Lasahido (Sosiolog), Wilman Lumangino (Sejarahwan), Kamala Chandrakirana (KKPK), Dodi Yuniar (AJAR).

Laporan dalam bentuk ringkasan eksekutif itu juga mengulas tentang bagaimana Peristiwa 1965/1966 secara spesifik di Palu. Peristiwa itu menurut laporan itu diawali dengan terjadinya Gerakan 30 September 1965 (G30S) di Jakarta yang berimbas nyaris merata di seluruh Indonesia tak terkecuali Kota Palu.

Gelombang protes dan demonstrasi yang menuntut pembubaran dan “pembersihan” Partai Komunis Indonesia (PKI) beserta elemen-elemennya terjadi juga di Kota Palu. Protes dan demonstrasi ini berlangsung dari Oktober 1965 sampai Februari 1966, yang disusul dengan penangkapan, penahanan, dan pemenjaraan terhadap para anggota partai, anggota-anggota ormas yang berafiliasi dengan PKI, serta mereka yang dianggap sebagai simpatisannya.

Ada empat gelombang penangkapan dan penahanan yang terjadi di Kota Palu dan sekitarnya, yaitu penangkapan dan penahanan gelombang pertama terjadi di akhir 1965. Sasaran penangkapan dan penahanan gelombang pertama ini adalah para pimpinan PKI dan pimpinan organisasi-organisasi pendukungnya.

Gelombang kedua terjadi tahun 1966 dan 1967. Penangkapan dan penahanan gelombang kedua ini masih menyasar anggota PKI dan anggota organisasi pendukungnya. Gelombang penangkapan dan penahanan ketiga terjadi tiga tahun kemudian, yaitu pada tahun 1969 sampai tahun 1970. Kali ini, yang menjadi sasaran adalah anggota militer dari kesatuan Brawijaya yang tergabung dalam Batalyon 711 Raksatama, Palu, dengan tuduhan mereka adalah bagian dari PKI. Selain alasan itu, tidak terkuak alasan yang jelas atas penangkapan dan penahanan terhadap para anggota militer tersebut. Sebagian dari mereka justru ada yang baru pulang dari tugas operasi pembebasan Irian Barat.

Gelombang penangkapan dan penahanan keempat terjadi tahun 1975, yang didasari oleh isu “Gerakan PKI Gaya Baru” yang berkembang di Sulawesi Tengah. Penangkapan dan penahanan terhadap mereka yang dituduh “PKI Gaya Baru” ini tidak lagi menyasar para anggota PKI atau aktivis dari ormas-ormas pendukungnya. Mereka yang ditangkap dan ditahan adalah putra-putra daerah yang sebagian besar adalah aktivis PNI (Partai Nasional Indonesia). Mereka yang ditangkap kemudian dipenjarakan dari ormas-ormas pendukungnya. Mereka yang ditangkap dan ditahan adalah putra-putra daerah yang sebagian besar adalah aktivis PNI (Partai Nasional Indonesia). Mereka yang ditangkap kemudian dipenjarakan di Palu dan Manado.

Rencananya, hasil penelitian itu akan diseminarkan besok (selasa, 19/5/2015) di Auditorium Kantor Walikota Palu, pukul 09.30 Wita. (afd/*)

Sumber: Beritapalu.com

Tulisan terkait

Nurlaela AK Lamasitudju: Truth and Justice for 1965 Victims

Evi Mariani

Berkebun Menata Lingkungan Merawat Perdamaian

Zikran Yakala

Dialog Kemanusiaan : Napak Tilas Sejarah 17 Titik Kerja Paksa di Palu

Nurlaela Lamasitudju

Tinggalkan Komentar