Beranda » Aktivitas » Kerja Jaringan » Bincang Buku “Panglima Damai Poso”

Bincang Buku "Panglima Damai Poso"

Bincang Buku “Panglima Damai Poso”

0 komentar 15 dilihat

 

Relawan Lingkar Belajar POROS (Poso Maroso) yang terdiri dari kumpulan Organisasi Masyarakat Sipil di Kabupaten Poso mengadakan diskusi buku bertajuk Bincang Buku “Panglima Damai Poso: Muhammad Adnan Arsal” digelar untuk mengupas peran tokoh perdamaian serta refleksi penanganan konflik di Poso. Acara ini menghadirkan pembicara Budiman Maliki  (Pegiat Perdamaian) dan Nurlaela Lamasitudju (Pegiat HAM), yang menyoroti pentingnya pembelajaran dari masa lalu guna membangun perdamaian berkelanjutan. Acara ini dihadiri oleh kelompok Ibu-ibu Majelis Taklim Ummul Mukminin Buyu Katedo, kelompok mahasiswa dan anak muda Poso Kota.

Belajar dari Tokoh Resolusi Konflik
Kak Budi, salah satu narasumber, menekankan nilai-nilai yang bisa dipetik dari sosok Panglima Damai Poso. “Beliau bukan hanya pemimpin, tapi juga pengelola konflik yang bijak,” ujarnya. Ia juga mengingatkan peran ustad di masa lalu sebagai penyuluh agama yang merangkul perbedaan. “Perbedaan itu biasa, tapi bersama itu lebih luar biasa,” tandasnya.

Sementara itu, Kak Ella mengungkapkan kepuasannya setelah membaca buku tersebut. “Buku ini menjawab teka-teki saya tentang bagaimana konflik Poso bermula dan berubah. Ini jadi rujukan penting untuk memahami konflik serupa di tempat lain,” katanya.

Pertanyaan Seputar Trauma dan Penanganan Konflik
Diskusi berlanjut dengan pertanyaan dari seorang kawan mengenai catatan sejarah peristiwa 22 Januari 2007. Peserta sepakat bahwa peristiwa tersebut meninggalkan trauma mendalam bagi korban. “Sayangnya, negara belum maksimal menyediakan ruang pemulihan bagi mereka,” komentar salah satu peserta. Merespons hal ini, Kak Budi menyarankan pendekatan yang lebih humanis, terutama dalam penanganan oleh Densus 88. “Penting mendengarkan banyak versi cerita sebelum mengambil tindakan. Korban trauma butuh advokasi dan pendampingan hukum, termasuk lewat UU No. 5/2018 tentang TP Terorisme,” jelasnya.

Kak Ella menambahkan, pemulihan trauma memerlukan pendekatan psikologis. “Konseling dan menuliskan pengalaman traumatis bisa menjadi langkah awal untuk advokasi yang lebih kuat,” ujarnya.

Anak Muda dan Pencegahan Konflik
Isu terbaru, yaitu perkelahian antar-pemuda dari Sepe dan Tongko pada 26 Juni lalu, juga menjadi bahasan. Peserta mendorong anak muda untuk mencari informasi akurat sebelum bereaksi. “Cari informasi A1 dan lakukan verifikasi berulang hingga data benar-benar valid adalah kunci,” tegas Kak Ella.

Diskusi ini menegaskan bahwa upaya perdamaian harus melibatkan pemahaman sejarah, pendekatan empatik, dan partisipasi aktif generasi muda. Buku Panglima Damai Poso dinilai sebagai langkah awal yang baik untuk membuka wawasan tentang merawat perdamaian di Poso.

Tinggalkan Komentar