0Kabupaten Poso sampai saat ini masih dihadapkan pada berbagai masalah yang terkait dengan kekerasan ekstrem. Kelompok-kelompok ekstrem yang bermunculan pascakonflik Poso, meskipun kekuatannya sudah semakin melemah, keberadaannya masih perlu diwaspadai. Berbagai upaya untuk mengatasi hal itu masih terus dilakukan secara intensif, terutama oleh negara.Akan tetapi, penanganan negara terhadap kelompok-kelompok ekstrem terkesan tumpang tindih dan paradoksal. Di satu sini, negara lebih mengutamakan pendekatan represif dan militeristik. Dengan dalih memberantas kelompok ekstrem, Poso dijadikan wilayah operasi militer yang seakan tak pernah ada habisnya. Di sisi penanganan yang lain, negara seakan mengistimewakan kelompok ektrem dan keluarganya dengan program-program deradikalisasi yang dijalankan.Cara-cara penanganan yang dilakukan negara itu justru menimbulkan antipati dari sebagian kelompok masyarakat. Pendekatan represif dan militeristik dengan menggelar operasi militer secara terus-menerus di Tana Poso telah memunculkan anggapan, isu terorisme, radikalisme, dan keberadaan kelompok ekstrem “sengaja dipelihara” oleh aparat keamanan sebagai bagian dari “bisnis keamanan”. Tindakan aparat keamanan yang salah tangkap dan salah tembak terhadap orang-orang yang dianggap teroris kerap terjadi. Alhasil, sebagian kelompok masyarakat di Poso menjadi apatis terhadap kebijakan negara, dan sebagian (kecil) masyarakat lainnya justru bersimpati terhadap gerakan kelompok ekstrem tersebut.Sebaliknya, berbagai program deradikalisasi yang diimplentasikan oleh negara justru terkesan menjadi eksklusif dan “mengistimewakan” terpidana/eks-terpidana teroris dan keluarganya. Hanya kelompok mereka yang mendapatkan berbagai dukungan dan bantuan dari pemerintah, terutama di bidang ekonomi. Program deradikalisasi yang sedianya ditujukan untuk memutus mata rantai antara terpidana/eks-terpidana teroris dan keluarganya dengan jaringan kelompok ekstrem, pada kenyataannya malah memunculkan kecemburuan sosial, kesenjangan, dan kerentanan di tengah masyarakat, terutama di komunitas para korban konflik Poso, yang nota bene hak-hak mereka belum dipulihkan dan membutuhkan berbagai dukungan dan bantuan serupa.Program ini berikhtiar untuk menjembatani berbagai kesenjangan yang muncul dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan ekstrem di Tana Poso yang sementara ini sedang dilakukan oleh berbagai pihak:Mendukung rehabilitasi dan reintegrasi kelompok berpaham kekerasan ekstrem yang kembali dan mantan terpidana yang didakwa dengan ekstremisme dengan membangun lingkungan yang mendukung (kerangka kebijakan, pengembangan kapasitas pekerja garis depan, dan pemimpin masyarakat).Mempromosikan (re)integrasi berbasis komunitas bagi para mantan terpidana dan keluarga mereka, serta menjembatani mereka dengan masyarakat di mana mereka berada, melalui intervensi kohesi sosial dan alternatif ekonomi.Meningkatkan kesadaran terhadap radikalisasi daring dan luring, dengan mempromosikan pemikiran kritis dan literasi digital di lembaga pendidikan formal, informal, dan keagamaan.Meningkatkan peran perempuan dalam upaya pencegahan dan penanggulangan kekerasan ekstrem dengan mempromosikan ketahanan kohesi sosial melalui dukungan kepada para pemimpin perempuan di tingkat masyarakat.Meningkatkan akses ke peluang ekonomi bagi komunitas dan lingkungan yang rentan atau terstigma.Dengan pendekatan berbasis komunitas, SKP-HAM Sulawesi Tengah akan mengundang dan mengajak komunitas, terutama komunitas masyarakat yang ada di Kelurahan Kayamanya, Kelurahan Moengko, dan Desa Toini, untuk secara bersama mengambil inisiatif agar bisa memutus mata rantai kekerasan ekstrem yang masih berkelindan di Tana Poso.***