130Sebanyak 15 Perempuan penyintas korban konflik Poso Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, mengikuti kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang dilaksanakan di Rumah Belajar Poso. Diskusi ini bertujuan untuk menggali kebutuhan masyarakat, khususnya perempuan, terkait penguatan ekonomi dan pemulihan pascakonflik.Dalam FGD yang berlangsung dari pukul 14.00 hingga 16.00 WITA ini, para peserta secara terbuka menyampaikan tantangan yang mereka hadapi sehari-hari. Mulai dari kesulitan akses modal usaha, trauma masa lalu akibat konflik, hingga harapan untuk pelatihan keterampilan seperti kursus kue dan menjahit.Kebutuhan Usaha dan PermodalanMayoritas peserta FGD merupakan ibu rumah tangga, petani kangkung, serta pelaku usaha rumahan seperti laundry dan penjual kue. Mereka mengungkapkan pentingnya dukungan modal usaha, bibit, pupuk, serta alat angkut sederhana seperti lori-lori untuk mendukung kegiatan ekonomi mereka.Romlah, seorang perempuan kepala keluarga yang juga menjabat sebagai RT, mengelola usaha kue kering dan sambal. Ia menyampaikan bahwa kelompok usaha yang ia ikuti membutuhkan pelatihan dan dukungan lebih lanjut agar bisa berkembang secara mandiri. Kelompok KWT (Kelompok Wanita Tani) yang ada di desa juga disebut masih butuh penguatan kapasitas.“Kami punya kelompok. Focus kelompok kami Buat sambal, sambal roa, sambal teri. Jika ada pesanan sambal saya selalu yang bikin sendiri. Tapi saya tidak dibayar (kelompok sambal). Ini karna anggota kelompok saya tidak ada yang mau buat,” ujar Romlah.Luka Trauma Pascakonflik Masih MembekasIsu trauma akibat konflik masa lalu menjadi benang merah dalam banyak cerita yang disampaikan peserta. Nuryati, yang juga mengajar di TPA, mengaku masih sering teringat peristiwa kekerasan masa lalu setiap kali mendengar suara keras seperti kembang api.“Sampai sekarang belum pernah ada program yang secara khusus menangani trauma kami,” ungkapnya.Hal serupa juga diungkapkan oleh Supriati, seorang tukang urut. Ia mengaku tak lagi berani ke kebun karena trauma diserang saat sedang bekerja.“Waktu pigi di kebun ada yang teriaki jadi langsung lari pulang. Padahal yang teriak itu orang curi coklat. dari situ tidak mau lagi ke kebun,” kisahnya.Harapan Akan Kehidupan Damai dan KolaboratifMeskipun mengalami pengalaman traumatis, warga korban konflik Poso menunjukkan semangat hidup berdampingan. Beberapa peserta menceritakan bagaimana mereka dan tetangga yang berbeda agama saling mengunjungi saat hari besar keagamaan.“Kalau kami mengadakan acara, saudara-saudara Nasrani selalu datang. Begitu juga sebaliknya,” ujar Eka Wahyuni.Romlah juga menambahkan, “Saat Natal, kami yang Muslim ikut memasak di rumah warga Kristen. Kami juga sering berbagi cerita dan pengalaman masa lalu.”Rekomendasi Kegiatan LanjutanDari diskusi ini, muncul beberapa rekomendasi penting:Perlunya pelatihan usaha dan keterampilan (kuliner dan menjahit) bagi ibu-ibu.Dukungan modal usaha dan sarana produksi pertanian.Pembentukan dan penguatan kelompok usaha berbasis komunitas.Program pemulihan trauma berbasis komunitas yang melibatkan semua unsur masyarakat.FGD ini menunjukkan bahwa kebutuhan ekonomi dan pemulihan psikososial korban konflik Poso berjalan beriringan. Berbagai pihak perlu memberikan dukungan lintas sektor agar masyarakat, khususnya perempuan kepala keluarga, dapat bangkit dan hidup lebih sejahtera pascakonflik.