Beranda » Pencegahan Kekerasan Ekstrem » Mewujudkan Kampung Harmoni dan Tangguh

Pelatihan Pandu Warga

Mewujudkan Kampung Harmoni dan Tangguh

0 komentar 35 dilihat

Setelah menyelenggarakan pelatihan untuk Majelis Warga, SKP-HAM Sulawesi Tengah kembali menyelenggarakan pelatihan untuk mewujudkan gagasan membangun Kampung Harmoni dan Tangguh. Pelatihan kali ini ditujukan bagi Pandu Warga. Pelatihan ini diselenggarakan selama tiga hari penuh, dari 25 sampai 27 Oktober 2025, bertempat di Hotel 99, Kota Poso. Kegiatan pelatihan ini diikuti oleh 30 peserta yang berasal dari tiga wilayah dampingan, yaitu Kelurahan Kayamanya, Kelurahan Moengko, dan Desa Toini.

Berbeda dengan Majelis Warga yang anggotanya berisikan tokoh-tokoh kunci yang ada di masyarakat, Pandu Warga adalah anggota komunitas yang dalam kesehariannya berinteraksi dan bersinggungan secara langsung dengan komunitas. Oleh karena itu, pelatihan bagi Pandu Warga ini lebih ditujukan untuk meningkatkan kapasitas mereka sebagai agen perubahan sosial. Sekaitan dengan Program STRIVE yang sedang dijalankan, dalam implementasinya mereka akan diajak untuk secara aktif berperan dalam mencegah dan menanggulangi kekerasan ekstrem. Dalam pelatihan ini, mereka dibekali dengan perinsip-prinsip hal asasi manusia, nilai-nilai inklusivitas, dan kemampuan untuk melakukan pengurangan risiko bencana sosial.

Pelatihan Pandu Warga, Agen Perubahan untuk Kampung Harmoni dan Tangguh

Pengenalan Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi salah satu materi yang diberikan dalam pelatihan ini. HAM akan menjadi landasar dan perspektif bagi Pandu Warga dalam melakukan berbagai aktivitas mereka di komunitas. Sesi ini difasilitasi oleh Moh. Syafari Firdaus.

Selama tiga hari, para peserta mengikuti berbagai sesi pembelajaran partisipatif dan pengalaman langsung (experiential learning). Hari pertama diawali dengan pengenalan alur belajar, perkenalan dengan metode “Aku dan Kampungku”, serta materi tentang Hak Asasi Manusia dalam Kerangka Penanganan Konflik Sosial dan Pencegahan Kekerasan Ekstrem (PCVE). Peserta juga mendapatkan orientasi tentang program STRIVE dan memahami peran Pandu Warga dalam membangun Kampung Harmoni dan Tangguh melalui pemahaman terhadap RAD PE dan RAD P3AKS.

Pada hari kedua, kegiatan dimulai dengan refleksi harian, di mana peserta menuliskan pengalaman dan pembelajaran mereka dalam warna-warna berbeda: kuning untuk nilai harmoni, biru untuk peran penting Pandu Warga, dan pink untuk hal-hal baru yang dipelajari. Dalam sesi ini, beberapa peserta mengekspresikan pandangannya tentang pentingnya peran Pandu Warga sebagai penggerak masyarakat, terutama dalam gotong royong, literasi digital, serta pemahaman tentang HAM dan perlindungan anak.

Kegiatan dilanjutkan dengan sesi manajemen kebencanaan, di mana peserta diajak memahami kerangka kerja mitigasi bencana dan enam aspek kehidupan yang saling berkaitan. Diskusi berlangsung aktif dan interaktif, khususnya saat membahas persoalan banjir akibat pengelolaan sampah yang kurang baik di wilayah Kayamanya. Para peserta saling berbagi pengalaman tentang upaya mitigasi dan kesiapsiagaan di komunitas mereka.

Hari terakhir difokuskan pada identifikasi kerentanan dan kapasitas masyarakat melalui teknik pemetaan partisipatif (Participatory Rural Appraisal, PRA). Peserta diajak menggali sejarah kampung, membuat peta sosial, serta menganalisis dinamika konflik yang pernah terjadi di wilayah masing-masing. Proses ini membantu peserta memahami faktor-faktor penyebab kerentanan sekaligus potensi lokal yang dapat menjadi kekuatan komunitas.

Melalui berbagai sesi pembelajaran tersebut, para Pandu Warga dilatih untuk menjadi fasilitator komunitas yang mampu memetakan risiko, memimpin dialog lintas kelompok, serta membangun sistem peringatan dini (Early Warning–Early Response/EWER) di tingkat kampung. Mereka juga diharapkan mampu menjadi jembatan antara Majelis Warga dengan warga di tingkat RT dan dusun dalam merancang aksi kolaboratif yang mendorong harmoni dan ketahanan sosial.

Kegiatan ini merupakan tahap awal dari rangkaian kelas belajar yang akan berlangsung hingga Juni 2026. Setelah pelatihan, para Pandu Warga akan melanjutkan proses pendampingan di komunitasnya masing-masing untuk menyusun peta risiko, rencana aksi komunitas, dan forum warga yang berfungsi sebagai wadah pengelolaan risiko sosial berbasis komunitas.

Pelatihan ini menjadi langkah strategis dalam memperkuat resiliensi sosial masyarakat Poso pascakonflik, memastikan bahwa sistem harmoni dan ketangguhan tidak hanya menjadi konsep, tetapi benar-benar hidup di tengah warga melalui kerja kolektif, kesadaran kritis, dan solidaritas lintas kelompok.***

Tinggalkan Komentar