Beranda » Aktivitas » Advokasi » Memperkuat Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Poso

Kolaborasi DP3A Poso dan Organisasi Masyarakat Sipil

Memperkuat Perlindungan Perempuan dan Anak di Kabupaten Poso

0 komentar 156 dilihat

Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kabupaten Poso menggandeng berbagai organisasi masyarakat sipil (OMS) untuk memperkuat perlindungan perempuan dan anak. Melalui rapat koordinasi (Rakor) yang digelar di Kantor DP3A, para pihak membahas langkah strategis dalam transisi program Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) menuju Ruang Bersama Indonesia (RBI).

DP3A dan OMS Satukan Langkah dalam Rakor

DP3A Kabupaten Poso mengundang sejumlah organisasi masyarakat sipil (OMS) yang bekerja di Kabupaten Poso untuk menjadi peserta diskusi kelompok terfokus (FGD). Topik FGD yang didiskusikan adalah upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk memperkuat perlindungan perempuan dan anak di Kabupaten Poso. OMS yang diundang dan menghadiri FGD tersebut di antaranya adalah LPMS Poso, SP Sintuwu Maroso, LBH Apik, CIDEP, Yayasan Panorama Alam Lestari, SKP-HAM Sulawesi Tengah, dan LiBu Perempuan.

“Partisipasi semua pihak menjadi bukti nyata kerja cerdas dan kerja bersama dalam membangun perlindungan yang lebih baik bagi perempuan dan anak di Poso,” ungkap Mustafa A., Kepala Kepala DP3A Poso dalam sambutannya ketika membuka kegiatan FGD tersebut.

Ia mendorong seluruh peserta untuk tidak hanya menyosialisasikan program, tetapi juga melibatkan warga secara aktif. Pelibatan warga di antaranya bisa dilakukan melalui pembentukan PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat).

Identifikasi Masalah: Isu Perempuan dan Anak Butuh Respons Cepat

Melalui FGD, peserta berhasil mengidentifikasi tujuh persoalan utama yang selama ini masih terabaikan:

  • Perempuan korban konflik
  • Perempuan dalam ekstremisme kekerasan
  • Perempuan dalam kawasan perhutanan sosial
  • Perempuan terdampak bencana alam
  • Korban kekerasan seksual dan penyiksaan
  • Perempuan yang mengalami ketergantungan narkoba
  • Perempuan korban praktik penyiksaan

Para peserta juga menyusun rencana kerja kolaboratif yang konkret. Mereka sepakat untuk mengadakan pertemuan rutin setiap empat bulan, membentuk lingkar belajar, mengadakan pelatihan pemanfaatan data pilah, serta mengumpulkan data kekerasan terhadap perempuan dan anak. Selain itu, peserta berkomitmen untuk mengawal pelaksanaan RAN PE dan RAN P3AKS fase dua, serta menjalin kemitraan dengan Kemenag, Dinsos, Polres, dan Kejaksaan.

rakor dp3a poso

DP3A Poso dan OMS Perkuat Kolaborasi Perlindungan Perempuan dan Anak dalam Transisi DRPPA ke RBI

Tantangan yang Masih Menghambat Upaya Perlindungan

Meskipun peserta menunjukkan semangat kolaboratif, mereka juga mencatat sejumlah tantangan serius. Tren kekerasan terhadap perempuan dan anak terus meningkat. Sayangnya, Kabupaten Poso belum memiliki psikolog klinis yang bisa memberikan layanan pemulihan. Proses penanganan korban juga masih belum maksimal, baik dari sisi hukum maupun psikososial.

Di sisi lain, budaya patriarki dan penyelesaian kasus kekerasan melalui jalur adat justru menutup ruang pemulihan korban. Selain itu, peserta juga menyoroti lemahnya literasi hukum, praktik perkawinan anak, dan sulitnya mendeteksi kasus kekerasan seksual. Unit PPA Polres dinilai lambat dalam merespons laporan, sementara masalah narkoba terus menghantui kelompok perempuan muda.

Peluang Kolaborasi Masih Terbuka Lebar

Meski tantangan besar masih ada, para peserta melihat peluang positif. OMS telah mendampingi wilayah secara luas di seluruh dapil Poso. Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2016 memberikan dasar hukum yang kuat untuk perlindungan. Pemerintah daerah saat ini juga tengah mendorong pembentukan UPTD PPA sebagai lembaga layanan permanen. Dengan berbagai upaya ini, Kabupaten Poso berpeluang besar untuk menjadi Kabupaten Layak Anak dan Wilayah Peduli HAM.

Rekomendasi Aksi untuk Poso yang Inklusif

Pada akhir kegiatan, peserta merumuskan tiga rekomendasi utama:

  1. Menambahkan indikator DRPPA yang relevan dengan kondisi lokal, terutama terkait perempuan dalam lingkar ekstremisme kekerasan.
  2. Membentuk forum aksi kolaborasi lintas sektor untuk melindungi dan memberdayakan perempuan dan anak.
  3. Mendorong agar PATBM dapat bertransformasi menjadi bagian dari Lembaga Kemasyarakatan Desa/Kelurahan (LKD).

Melalui komitmen bersama, DP3A dan OMS di Poso menunjukkan bahwa kerja kolaboratif bukan hanya mungkin, tetapi juga mendesak untuk menciptakan ruang aman dan adil bagi seluruh warga, khususnya perempuan dan anak.***

Tinggalkan Komentar